Senin, 18 Maret 2013

makalah- Qawaid al Imla wa Al Khat


TUGAS TERSTRUKTUR
DOSEN PENGAMPU
Qawaid Al Imla’ Wa Al Khat
H. Gusti Makmur, Lc, M.Fil.I

HAMZAH DI AWAL, DI TENGAH DAN DI AKHIR KALIMAT







Disusun Oleh:
Kelompok VI
Nahdiatul Husna       : 1101210374
Norhamidah              : 1101210378
Norhidayah                : 1101210362
Rahmaniah                : 1101210390
Rahmansyah              : 1101210478

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ANTASARI BANJARMASIN
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
BANJARMASIN
2012/2013


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat-Nya jua lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW,keluarga,sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Amin…
                Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Qawaid Al Imla wa Al Khat yang diasuh oleh Bapak H. Gusti Makmur, Lc, M.Fil.I. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Gusti Makmur yang selaku dosen mata kuliah Qawaid Al Imla wa Al Khat yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “ Hamzah di Awal, di Tengah dan di Akhir Kalimat” ini.
              Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini di kemudian hari. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin...



Banjarmasin, Desember 2012            


Penulis                        



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...…ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN
HAMZAH DI AWAL DAN DI AKHIR KALIMAT
A.    Pengertian Hamzah…………………..………………………............................................2
B.     Hamzah di Awal Kalimat………………………………………………............................2
C.     Hamzah di Tengah Kalimat……………………………….…………………………........4
D.    Hamzah di Akhir Kalimat....................................................................................................6
BAB III PENUTUP
Simpulan…………..………………………………………………………..………………..........7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..............8



BAB I
PENDAHULUAN

Hamzah adalah suatu huruf yang dalam tulisan dia tidak berbentuk, tetapi umumnya dia ditulis dengan bentuk alif, wau atau ya’. Huruf hamzah itu ada kalanya berada di awal kata, di tengah kata dan adakalanya di akhir kata.
Apabila hamzah itu berada di tengah kata atau ditempat wakaf (akhir kata), maka mereka tidak memperhatikan cara penulisannya, tetapi dalam dua keadaan (ditengah dan di akhir). Huruf hamzah yang berada di awal kata itu pasti berharakat dan jelas bunyinya serta wajib ditulis dengan bentuk alif. Hukum (ketentuan) hamzah yang berada di akhir kata itu sama dengan hukumnya huruf yang mati, karena dia berada di tempat wakafnya.
      Untuk lebih mengetahui bagaimana penulisan hamzah, baik di awal, di tengah maupun di akhir, maka kami akan membahasnya dalam makalah kami yang berjudul “Hamzah di Awal, di Tengah dan di Akhir”.




BAB II
PEMBAHASAN
HAMZAH DI AWAL, DI TENGAH DAN DI AKHIR KALIMAT

A.    Pengertian Hamzah
Hamzah adalah huruf hijaiyah yang tidak mempunyai bentuk sendiri dalam tulisan Arab seperti halnya huruf-huruf hijaiyah lainnya: (ب), sin (س), lam (ل), dan lainnya. Karena itu huruf hijaiyah hanya berjumlah 28 sebab tidak memasukkan hamzah di dalamnya. Ra’sul ‘ain atau kepala ‘ain yang biasanya dilambangkan dengan bentuk ‘ء’ bukan bentuk asli hamzah. Tanda ini  hanya dipergunakan untuk menandai hamzah qath’ dan membedakannya dengan hamzah washal.
Hamzah adalah huruf hijaiyah yang menerima vokal (harakat). Berbeda dengan alif. Alif tidak menerima harakat dan selamanya menyandang sukun. Hamzah terletak di awal, di tengah atau di akhir kalimat. Sedangkan alif hanya berada di tengah dan di akhir kalimat. Alif hanya mempunyai satu bentuk, yaitu bentuknya sendiri ( ا ). Sedangkan hamzah karena dia tidak mempunyai bentuk sendiri maka terkadang ditulis dalam bentuk alif, wawu, atau ya.[1]

B.     Hamzah di Awal Kalimat
Hamzah yang berada di awal kata itu ada enam (6) macam, yaitu:
1.      Hamzah ashal
Yaitu hamzah yang termasuk sebagai organ kata, seperti hamzahnya lafal-lafal di bawah ini:


a.       Hamzah sebagai huruf awal
Pada kata kerja tertentu seperti أَخَذَ = mengambil, أَمَرَ = memerintahkan, أكَلَ  = makan, maka dalam bentuk perintah, hamzah di awal kata kerja tersebut dihilangkan[2].
Lafal
Arti
Lafal
Arti
أخذ
Dia mengambil
أبٍ
Ayah
أمّ
Ibu
أختٍ
Saudara perempuan
إنّ
Sesugguhnya
أنْ
Apabila
إذا
Apabila/ketika




2.      Hamzah Mukhbir An-Nafsihi (memberitahukan tentang dirinya).
Yaitu hamzah yang berada di awal fi’il Mudharek yang menunjukkan orang pertama tunggal. Seperti hamzahnya lafal-lafal di bawah ini:
Lafal
Arti
أكْتُبُ
Saya sedang menulis
أقْرَأُ
Saya sedang membaca
أحسِنُ
Saya sedang berupaya berbuat baik

3.      Hamzah Istifham
Yaitu hamzah yang berad di depan kata. Dia dipasang untuk menanyakan sesuatu.
Contoh:
Lafal
Arti
أتكون من الفائزين
Adakah kau termasuk orang-orang yang beruntung



4.      Hamzah nida’
Yaitu hamzah yang berada di depan kata pula. Dia dipasang untuk dibuat memanggil yang dekat. Misalnya:
Lafal
Arti
اَعبْدُ اللهِ
Hai Abdullah[3]

5.      Hamzah Washal
Hamzah washal ialah huruf hamzah yang bunyinya diucapkan bila berada di awal kalimat. Akan tetapi, tidak diucapkan bila berada di tengah kalimat. Dinamakan hamzah washal karena dipakai sebagai sarana untuk membunyikan huruf sukun (mati) hamzah washal mempunyai tempat yang telah dikenal, yaitu:
a)      Sepuluh isim
b)      Alif lam dengan berbagai variasinya
c)      Bentuk amar dari fiil tsulatsi
d)     Bentuk fiil madhi khumasi dan sudasi, serta bentuk amar dan mashdar dari keduanya.

6.      Hamzah qatha’
Hamzah qatah’ ialah alif yang keberadaannya tetap, baik dalam permulaan maupun dalam washal (penghubung).

C.    Hamzah di Tengah Kalimat
Huruf hamzah yang terletak di tengah kalimat memiliki lima keadaan, yaitu:
Keadaan Pertama
Ditulis dalam bentuk alif pada dua tempat, yaitu:
1.      Bila disukunkan atau difathahkan (sekalipun dengan tasydid) setelah harakat fathah (sekalipun ditasydidkan) contoh: يَأْمُرُ, مَلْجَانٌ
2.      Bila difathahkan sesudah huruf sahih yang disukunkan, sedang sesudahnya tidak ada alif tatsniyah atau alif mubdalah (pergantian) dari tanwin, contoh: مَسْأَلَةٌ،  جُزْأَيْنِ
Keadaan Kedua
Ditulis dalam bentuk wau pada tiga tempat, yaitu:
1.      Apabila hamzah menyandang harakat dhammah sesudah sukun selain wau atau ya dan sesudah hamzah, tidak ada wau mad (wau bacaan panjang). Contoh, أَفْؤُسٌ, أَرْؤُسٌ
2.      Apabila hamzah didhammahkan sesudah harakat fathah selain yang terletak di antara kedua wau dalam kalimat dan tidak terletak sebelum wau jamak. Huruf hamzah itu sendiri mutatharrif di atas alif. Contoh:
يَرْزَؤُهُ, يَمْلَؤُهُ
3.      Apabila huruf yang sebelumnya didhammahkan meskipun huruf itu bukan wau tasydid. Dengan syarat hendaknya hamzah itu sendiri tidak dikasrahkan, seperti dalam contoh:  لُؤْلُؤَانِ، جُؤْجُؤَانِ

Keadaan Ketiga
Hamzah ditulis dalam bentuk ya pada empat tempat berikut:
1.      Apabila menyandang huruf kasrah sesudah huruf berharakat seperti;  سَئِمَ, بَئِيْسٌ
2.      Apabila hamzah menyandang harakat kasrah dan huruf yang sebelumnya disukunkan kasrah, contoh; صَائِمٌ، أَسْئِلَةٌ
3.      Apabila hamzah disukunkan sedang huruf yang sebelumnya menyandang harakat kasrah, seperti dalam contoh; بُرِّئْتُ, بُرِئْتُ
4.      Apabila hamzah menyandang harakat selain harakat kasrah, padahal huruf sebelumnya dikasrahkan seperti dalam contoh;  سَيِّئَةٌ, رِئَةٌ
Keadaan Keempat
Hamzah ditulis secara terpisah bila: pada empat tempat, yaitu:
1.      Menyandang harakat fathah dan terletak sesudah alif.
2.      Menyandang harakat fathah atau dhammah dan jatuh sesudah wau sukun atau sesudah wau yang ditasydiddhammahkan.
3.      Terletak sesudah huruf sahih yang disukunkan dan mengandung harakat fathah juga apabila ia terletak sebelum alif tanwin atau alif tatsniyah.
4.      Menyandang harakat dhammah dan terletak sebelum wau mad.

Keadaan Kelima
Hamzah ditulis di atas nabhah apabila didahului oleh ya sukun, contoh;
يَيْئَسُ، جَيْئَلُ
D.    Hamzah di Akhir Kalimat
Yang dimaksud dengan hamzah di akhir kalimat tanpa tanwin mansub adalah hamzah  yang terletak di akhir kalimat dan tidak berharakat fathatain (dua fathah, artinya bisa berharakat dhammah dan dhammatain atau kasrah dan kasratain atau fathah saja. [4]
Hamzah yang terletak di akhir kalimat mempunyai dua keadaan, yaitu:
1.      Huruf sebelumnya disukunkan atau huruf sebelumnya berupa wau yang ditasydidkan dengan harakat dhammah. Dalam keadaan seperti ini, hamzah ditulis menyendiri atau terpisah, contoh جُزْءٌ.
2.      Apabila huruf sebelumnya menyandang harakat, tetapi bukan wau yang ditasydid dhammahkan, maka huruf alif penopang hamzah ditulis dalam bentuk huruf yang sesuai bunyinya dengan harakat yang sebelumnya, contoh;  لُؤْلُؤٌ، إِمْرُؤٌ [5]



BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari pemaparan di atas dapat diambil beberapa simpulan, yaitu:
1.      Hamzah adalah huruf hijaiyah yang tidak mempunyai bentuk sendiri dalam tulisan Arab seperti halnya huruf-huruf hijaiyah lainnya.
2.      Hamzah adalah huruf hijaiyah yang menerima vokal (harakat).
3.      Hamzah yang berada di awal kata itu ada enam (6) macam, yaitu: hamzah ashal, hamzah mukhbir an-nafsihi (memberitahukan tentang dirinya), hamzah istifham, hamzah nida’, hamzah washal, dan hamzah qatha’.
4.      Huruf hamzah yang terletak di tengah kalimat memiliki lima keadaan, yaitu: ditulis dalam bentuk alif, ditulis dalam bentuk wau, hamzah ditulis dalam bentuk ya, hamzah ditulis secara terpisah, dan hamzah ditulis di atas nabhah.
5.      Hamzah di akhir kalimat ada dua macam, yaitu: hamzah di akhir kalimat tanpa tanwin mansub dan hamzah di akhir kalimat dengan tanwin mansub





DAFTAR PUSTAKA

Munjiah, Ma’rifatul. 2009.  Imla’, Teori dan Terapan. Malang: UIN-Malang Press
al-Ghulayaini, Syaikh Mushthafa.1992.Jami’ud Durusil Arabiyyah. Semarang: CV. Asy Syifa



[1] Ma’rifatul Munjiah, Imla, Teori dan Terapan. (UIN Malang: Press, 2009), hal. 59.
[2] Dr. Abdullah Abbas, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur’an. (Bandung: Mizan, 1979), hal. 240.
[3] Syaikh Mushthafa al-Ghulayaini, Jami’ud Durusil Arabiyyah. (Semarang: CV. Asy Syifa,  1992), Hal. 245.
[4] Ma’rifatul Munjiah, Imla’, Teori dan Terapan, UIN-Malang Press, hal:78-79
[5] Abdus Salam, M. Harun, Qawaidul Imla, (Jakarta: Trigenda Karya, 1993), hal. 11-25.