Minggu, 29 September 2013

makalah@fiqih- zakat



TUGAS BERSTRUKTUR                             DOSENPENGAMPU
                 FIQIH                                                 ZULFA MAKIAH


ZAKAT


DISUSUN OLEH
KELOMPOK V

HUSNUL KHATIMAH       :           1101210350
KARTIKA HAYATI           :           1101210354
KHAIRIDAH                        :           1101210346
LENY RAMDINAH            :           1101210358   


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2011/2012





KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT,yang selalu melimpahkan taufik dan hidayah-Nya hingga kami dapat menyelesaikan makalah  Piqih yang bertemakan Zakat.
Kami menyadari sepenuhnya adanya kekurangan-kekurangan, baik segi kejelasan maupun kadalaman bahasan dalam setiap topik materi, sehubungan dengan itu penyusun mengharapkan untuk kritik dan saran untuk perbaikan yang akan datang.
Dengan selesainya makalah Piqih yang bertemakan Zakat ini kami tidak lupa mengucapkan teima kasih kepada semua pihak. Terutama kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen kami Ibu Zulfa Makiah atas bimbingannya. Dengan bimbingan dan do’a semoga Allah memberikan pahala yang setimpal.
Amin.

       Banjarmasin, 09 April 2012


Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………(I)
DAFTAR ISI……………………………………………………………...1
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………2
A.    PENGERTIAN ZAKAT………………………………………….3
B.     HUKUM MENGELUARKAN ZAKAT…………………………3-4
C.     PEMBAGIAN ZAKAT…………………………………………..5
1.      ZAKAT MAL………………………………………………..5-10
2.      ZAKAT FITRAH……………………………………………10-12
D.    ZAKAT KONTEMPORER……………………………………...12-14
BAB III PENUTUP……………………………………………………....15
A.    SIMPULAN………………………………………………………15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….16











BAB I
PENDAHULUAN

Sebelum kami menguraikanhal-hal yang berkaitan dengan zakat, maka kami akan terlebih dahulu kami menguraikan pengertian zakat.
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakatmerupakan kata dasar dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sesuatu itu zaka berarti tumbuh dan berkembang dan sesorang itu zaka berarti orang itu baik.
Menurut Lisan al-Arab arti dasar dari kata zakat, ditinjau dari sudut bahasa adalah suci, tumbuh, berkah dan terpuji; semuanya digunakan dalam Qur’an dan Hadits.
Tetapi yang terkuat, menurut Wahidi dan lain-lain, kata dasar zaka berarti bertambah dan tumbuh sehingga bisa dikatakan tanaman itu zaka. Begitu juga dengan sesuatu yang bertambah maka dia bisa dikatakan zaka. Bila suatu tanaman tumbuh tanpa cacat, maka kata zakadi sini menjadi bersih.[1]











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Zakat
Kata zakat berasal dari kata bahasa Arab “zakka” yang artinya yang mempunyai dua arti yaitu mensucikan dan bertumbuh. Adapun zakat menurut syar’iyah yaitu:
Zakat ialah nama bagi sesuatu harta yang dikeluarkan oleh manusia dari hak milik Allah untuk para fakir miskin. Dan disebut zakat karena di dalamnya terkandung suatu harapan karunia (barokah), mensucikan jiwa dari (perbudakan materi), dan menumbuhkannya dengan bermacam-macam kebaikan.”[2]
Hubungan antara makna zakat secara bahasa dan menurut hukum syari’yah adalah meskipun zakat itu terlihat seperti berkurangnya jumlah harta, namun hakikatnya adalah bertambahnya berkah harta tersebut. Keutamaan lain dalam zakat adalah bertambahnya iman dalam hati. Zakat merupakan amal saleh dan amal saleh dapat meningkatkn iman. Menurut Ahlussunnah wal Jamaa’ah, semua amal saleh merupakan bagian dari Iman.[3]
B.     Hukum Mengeluarkan Zakat
Di dalam al-Quran dan hadits banyak dijumpai nash yang menegaskan tentang kewajiban zakat, yaitu:                                                                 
(#qßJŠÏ%r&urno4qn=¢Á9$#(#qè?#uäurno4qx.¨9$#(#qãèx.ö$#uryìtBtûüÏèÏ.º§9$#ÇÍÌÈ                               
Arinya: “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Adapun dalil lain tentang wajib zakat, ditetapkan dalam firman Allah yang berbunyi:
!$tBur(#ÿrâÉDé&žwÎ)(#rßç6÷èuÏ9©!$#tûüÅÁÎ=øƒèCã&s!tûïÏe$!$#uä!$xÿuZãm(#qßJÉ)ãƒurno4qn=¢Á9$#(#qè?÷sãƒurno4qx.¨9$#4y7Ï9ºsŒurß`ƒÏŠ    ÏpyJÍhŠs)ø9$#ÇÎÈ
Artinya:
Padahal mereka tidak disuruh kecusli supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatn kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.
Rasulullah Saw bersabda:
بني الاسلام على خمس: شهادة ان لااله الاالله وان محمدا رسول الله واقام الصلاة وايتاءالزكاةوحج البيت وصوم رمضان (رواه مسلم
Orang yang tidak menunaikan zakat sama saja kalau dia menghilangkan salah satu sendi agama Islam. Membayar zakat bukanlah suatu lambang “kedermawanan” melainkan suatu kewajiban yang menjadi tanggung jawab kaum muslimin.
Zakat merupakan salah satu rukun Iman yang lima dan barang siapa mengingkarinya baik dari segi wajibnya atau dari segi jumlah yang wajib dikeluarkan yang telah disepakati oleh para ulama, maka dia dianggap keluar dari agama Islam.
Zakat diwajibkan pada tahun kedua hijriyah sesudah diwajibkannya zakat fitrah. Kewajiban ini hanya diwajibkan kepada seorang Muslim apabila sudah memenuhi lima syarat berikut ini:
Pertama, merdeka. Budak tidak wajib membayar zakat karena tidak punya harta dan dia punya kuasa atas tuannya. Yang wajib membayar zakat adalah tuannya.Kedua, Muslim. Orang yang kafir tidak wajib membayar zakat karena tidak dituntut untuk melaksanakannya,Ketiga, mencapai nisab (ukuran, jumlah, takaran, atau hitungan).Keempat, milik penuh dan tidak ada orang lain yang juga berhak atas harta tersebut.Kelima, genap setahun berdasarkan hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah, “Tidak wajib zakat bagi harta yang belum genap setahun,” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Syarat yang kelima tidak berlaku bagi harta yang keluar dari dalam tanah, seperti biji-bijian dan buah-buahan. Harta yang keluar dari dalam tanah wajib dizakati saat harta itu ada. Syarat setahun bagi harta yang wajib dizakati hanya berlaku bagi uang, ladang dan harta niaga. [4]

C.    Pembagian Zakat
Zakat dapat dibagi menjadi dua jenis, pertama zakat mal (harta) dan kedua zakat fitrah (jiwa). Zakat harta, kadang-kadang dihubungkan dengan harta itu sendiri, maka yang seperti ini ada empatjenis pembagian zakat, yaitu:
a.       Zakat binatang ternak
b.      Zakat biji-bijian, barang tambang dan barang temuan
c.       Zakat emas, perak dan mata uang
d.      Zakat harta perniagaan

a)      Zakat Mal (harta)
1.      Zakat Binatang Ternak
Syarat diwajibkannya zakat binatang ternak, ada empat , yaitu:
·         Binatang itu terdiri dari unta, sapi, kerbau, kambing dan biri-biri. Tidak wajib menzakati binatang yang selain itu, misalnya kuda, badak, kijang, rusa dan sebagainya.
·         Hendaknya binatang tersebut cukup hisabnya.
·         Haul, yaitu binatang tersebut telah dimiliki selama satu tahun.
·         Binatang itu digembalakan dengan memakan rumput yang tidak dimiliki orang selama satu tahun.[5]

a.       Nisab Zakat Unta
Nisab lima ekor unta dikeluarkan zakatnya seekor kambing. 10  ekor unta zakatnya dua ekor kambing, 15 ekor unta zakatnya tiga ekor kambing, 20 ekor unta zakatnya empat ekor kambing.Kambing yang dimaksud adalah berumur dua tahun dan masuk ketahun ketiga atau biri-biri yang berumur satu tahun masuk tahun kedua, baik jantan maupun betina.
Setiap 25 ekor unta zakatnya satu ekor bintu makhad yaitu unta betina yang berumur satu tahun.
Anas berkata “Apabila tidak ada anak unta yang berumur, boleh dizakati anak unta yang berusia dua tahun” (HR. Abu Daud).[6]
Setiap 36 ekor unta zakatnya satu ekor bintu labun, yaitu unta betina yang berumur dua tahun dan setiap 46 ekor unta zakatnya satu ekor haqah, yaitu unta betina yang berumur tiga tahun. Dan setiap 61 ekor unta zakatnya seekor jaz’ah, yaitu unta betina yang berumur empat tahun dan setiap 76 ekor unta zakatnya dua ekor bintu labun dan setiap 91 ekor unta zakatnya dua ekor haqah, setiap 121ekor unta zakatnya tiga ekor bintu labun, maka dengan bertambah sembilan ekor atau sepuluh ekor unta, berubah jumlah dan jenis zakatnya. Setiap empat puluh ekor unta zakatnya seekor  bintu labun, setiap lima puluh ekor unta zakatnya seekor haqah maka apabila berjumlah seratus tiga puluh ekor unta zakatnya dua ekor bintu labun dan seekor haqah, seratus empat puluh zakatnya dua ekor haqah dan seekor bintu labun, seratus lima puluh zakatnya tiga ekor haqah,seratus enam puluh zakatnya empat ekor bintu labun, seratus tujuh puluh zakatnya tiga ekor bintu labun dan seekor haqah, seratus delapan puluh zakatnya dua ekor bintulabunin dan dua ekorhaqah, seratus sembilan puluh zakatnya tiga ekor haqah dan seekor bintu labunin, dua ratus ekor unta zakatnya empat ekor haqah atau lima ekor bintu labun, demikian seterusnya.

b.      Nisab Sapi dan Kerbau
Kewajiban menzakati sapi diketahui dari hadits dan ijma’ ulama. Mua’dz meriwayatkan bahwa ketika dia diutus ke Yaman, Rasulullah Saw menyuruh untuk menzakati sapi.[7]
Nisab sapi atau kerbau 30 ekor zakatnya  seekor tabi’ yaitu sapi atau kerbau jantan yang berumur setahun atau seekor tabi’ah yaitu sapi atau kerbau betina yang berumur setahun. Kendatipun
zakatnya dapat dikeluarkan jantan atau betina, namun yang betina lebih baik dari jantan.
Dan setiap 40 ekor sapi atau kerbau zakatnya seekor musinah yaitu sapi atau kerbau betina yang berumur dua tahun, 60 ekor sapi atau kerbau zakatnya dua ekor  tabi’, 70 ekor sapi atau kerbau zakatnya seekor musinah dan seekor tabi’,80 ekor sapi atau kerbau zakatnya dua ekor musinah, 90 ekor sapi atau kerbau zakatnya tiga ekor tabi’. 100 ekor sapi atau kerbau zakatnya dua ekor tabi’ dan seekor musinah, 110 ekor sapi atau kerbau zakatnya dua ekor musinah dan seekor tabi’. Sedangkan 120 ekor sapi atau kerbau zakatnya empat ekor tabi’ atau tiga ekor musinah dan seterusnya.


c.       Nisab Kambing atau Biri-biri
Kewajiban menzakati dapat kita ketahui dari Hadits dan ijma’ ulama. Anas meriwayatkan bahwa Abu Bakar berkata, “Ini adalah sedekah yang wajib di mana Rasulullah Saw mewajibkannya kepada seluruh kaum Muslimin sebagaimana Allah mewajibkan kepada Rasulullah Saw.”[8]
Nisab kambing atau biri-biri 40 ekor zakatnya seekor kambing atau biri-biri. 121 ekor zakatnya dua ekor kambing atau biri-biri, 201 ekor zakatnya tiga ekor kambing atau biri-biri, 400 ekor kambing atau biri-biri zakatnya empat ekor kambing atau biri-biri. Kemudian setiap seratus ekor kambing atau biri-biri zakatnya seekor kambing atau biri-biri. Kambing atau biri-biri yang dikeluarkan sebagai zakat adalah tsaniah yaitu kambing betina yang berumur dua tahun atau jaz’ah yaitu biri-biri betina yang berumur setahun.
Kalau kambing berjumlah 30 ekor dan biri-biri 10 ekor, maka boleh dikeluarkan zakatnya seekor kambing atau seekor biri-biri dengan perhitungan harga ¾ kambing dan ¼ biri-biri. Dan kalau jumlah kambing 10 ekor dan biri-biri 30 ekor, maka boleh dikeluarkan zakatnya seekor kambing atau seekor biri-biri dengan nilai ¾ harga biri-biri dan ¼ harga kambing.
Syarat yang ketiga tentang wajib zakat binatang ternak ini bahwa binatang itu telah dimiliki setahun penuh terkecuali anak binatang yang baru lahir yang ibunya sudah dihitung didalam jumlah nisab pada pertengahan tahun. Anak mengikuti haul ibunya.
Syarat yang keempat,hendaklah binatang itu makan rumput yang tidak dimiliki orang setahun lamanya dan digembalakan oleh pemilik atau wakilatau walinya atau dipelihara oleh hakim (pemerintah). Tidaklah wajib zakat binatang yang memakan sendirian tanpa digembalakan. Tidak wajib mengeluarkan zakat binatang yang diwarisi dari orang tuanya terkecuali sesudah berlalu setahun. Pengambilan binatang yang dikarenakan zakat dapat diambil pada tempat di mana binatang itu berkumpul ketika minum atau dapat diambil di halaman rumah pemiliknya.
Janganlah memilih kambing yang buruk atau kurang baik untuk dijadikan sebagai zakat, kecuali kalau semuanya seprti itu. Demikian jua dengan kambing yang sedang hamil atau menyusui, kambing jantan juga tidak diwajibkan pembayar zakat.
Abu Bakar metiwayatkan “Jangan memberikan kambing yang jelek, cacat atau pejantan untuk zakat, kecuali orang yang menerinya bersedia.” (HR. Bukahari-Muslim).
Allah Swt berfirman:
Ÿwur(#qßJ£Jus?y]ŠÎ7yø9$#çm÷ZÏBtbqà)ÏÿYè?
Dan Janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan dari padanya,”(QS. Al-Baqarah: 267).

2.      Zakat Biji-Bijian, Barang Tambang dan Barang Temuan
Buah-buahan seperti kurma,gandum dan sejenisnya wajib dizakati, baik yang dimakan atau disimpan apabila telah mencapai ukurannya. Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Buah-buahan yang belum mencapai lima ausaqtidak wajib dizakati.” (satu ausaq setara dengan 60 sha’).
Syarat dikeluarkannyazakat buah-buahan dan biji-bijian adalah apabila buah-buahan tersebut sempurna waktu mencapai ukurannya (benar-benar matang). Dua syarat zakat pada buah-buahan atau biji-bijian adalah mencapai nisabdan milik pribadi saat mencapai nisab.
Ukuran wajib dalam mengeluarkan zakat buah-buahan dan biji-bijian salingberbeda, bergantung pada cara menyiramnya. Apabila disiram dengan air yang tidak memerlukan biaya, maka zakatnya 10%.  Adapun bagi tanaman yang penyiramannyamemerlukan biaya maka zakatnya hanya 5%.
Barang tambang juga wajib dizakati. Barang tambang yang berupa emas dan perak, zakatnya adalah 4/10  jika telah sampai nisabnya atau lebih.
Sebagaimana barang tambang, barang temuan juga wajib dizakati sebesar 5% baik sedikit ataupun banyak. Jika harta itu diketahui milik orang kafir dan telah dizakati 5%, maka sisanya adalah milik orang yang menemukan. Jika barang tersebut adalah milik orang muslim, maka zakat yang diambil dari barang temuan hanyalah semata-mata untuk kemaslahatan kaum Muslimin.
Firman Allah Swt: “Wahai orang-orang yang beriman!!! Infakkanlah sebagian hasil dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu ” (QS. Al-Baqarah: 267). Telah dijelaskan bahwa sesuatu yang keluar dari dalam bumi adalah sebagai berikut:
ð  Biji-bijin dan buah-buahan
ð  Barag tambang dengan segala jenisnya
ð  Madu
ð  Barang temuan
Semua jenis buah dan biji-bijian yang sering dimakan dan bisa disimpan, wajib dizakati, sedangkan yang jarang dimakan dan jarang disimpan seperti kemiri, apel, kelapa, delima, tidak wajib dizakati. Demikian juga dengan sayur-sayuran, seperti bawang putih, bawang merah, wortel, semangka dan lain sebagainya tidak waib dizakati.[9]
3.      Zakat Emas, Perak dan Mata Uang
Emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya. Syarat-syarat wajib zakat emas dan perak sebagai berikut:
ð  Milik orang Islam
ð  Yang memilikinya adalah orang merdeka
ð  Milik penuh (dimiliki dan menjadi hak sepehuhnya)
ð  Sampai nishabnya
ð  Genap satu tahun
Nishab emas bersih adalah 20 dinar (mitsqal) = 12 ½ pound sterling (kurang lebih 96 gram). zakatnya 2 ½ % atau seperempat puluhnya.
Nishab perak bersih 200 dirham = 672 gram, zakatnya 2 ½ % apabila telah dimiliki cukup satu tahun. Emas dan perak yang dipakai untuk perhiasan oleh perempuan secara tidak berlebihan dan bukan simpanan, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
Peredaran uang pada dasarnya berstandar emas. Karena peredaran uang itu berdasar emas, maka nishab dan zakatnya 2 ½ % atau seperempat puluh.
4.      Zakat Harta Perniagaan
            Barang (harta) perniagaan wajib dikeluarkan zakatnya. Sabda Rasulullah Saw: Dari Samurah: “Rasulullah Saw memetintahkan kepada kami agar mengeluarkan zakat dari barang yang disediakan untuk dijual.” (HR. Daruquthni dan Abu Daud). Syarat wajib zakat perniagaan adalah:
ð  Yang memiliki orang Islam
ð  Milik orang merdeka
ð  Milik sepenuhnya
ð  Sampai nishabnya
ð  Genap setahun
Tahun perniagaan dihitung dari mulainya berniaga. Yang dihitung bukan labanya saja, tetapi seluruh barang yang diperdagangkan. Majka, apabila sampai nishabnya wajib keluarkan zakatnya seperti zakat emas.
Harga dagangan yang mencapai jumlah seharga 96 gram emas, wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 2 ½  %. Kalau harga emas 1 gram = Rp. 100, maka harga dagangan yang seharga 96 x 100 = Rp. 9600 wajib dikeluarkan zakatnya 2 ½ % = Rp. 240
Harta benda yang dimiliki oleh beberapa orang dan menjadi satu maka hukumnya adalah suatu perniagaan.[10]
b)      Zakat Fitrah (jiwa)
Zakat fitrah ialah zakat yang dibayarkan sekali dalam setahun, yakni menjelang Hari Raya Idul Fitri, kepada fakir miskin dan sebagainya dalam bentuk bahan makanan pokok sebanyak 2 ½ kg. Menurut Imam Hambali, membayar zakat fitrah dengan uang yang nilainya sama dengan harga bahan makanan pokok adalah lebih baik, sebab dapat memberikan keleluasaan bagi yang menerimanya untuk hal-hal yang lebih penting bagi mereka.Pelaksanaan zakat fitrah ialah diujung akhir bulan Ramadhan. Zakat fitrah seakan-seakan mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan ibadah puasa dalam hal peningkatan grafik taqwa.
Maksud dan tujuan diwajibkannya zakat fitrah, ialah:
a)      Menyempurnakan puasa serta membersihkan orang-orang yang berpuasa dari noda-noda yang diakibatkan kelalaian.
b)      Memberi makan fakir miskin dan sebangsanya, agar pada Hari Raya itu tidak ada yang menderita kelaparan.
            Adapun orang yang berhak menerima zakat itu ada delapan golongan. Firman Allah dalam QS. At-Taubah: 60
*$yJ¯RÎ)àM»s%y¢Á9$#Ïä!#ts)àÿù=Ï9ÈûüÅ3»|¡yJø9$#urtû,Î#ÏJ»yèø9$#ur$pköŽn=tæÏpxÿ©9xsßJø9$#uröNåkæ5qè=è%ÎûurÉ>$s%Ìh9$#tûüÏB̍»tóø9$#urÎûurÈ@Î6y«!$#Èûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#(ZpŸÒƒÌsùšÆÏiB«!$#3ª!$#uríOŠÎ=tæÒOÅ6ymÇÏÉÈ
Artinya: “Sesungguhnya sedekah (zakat) itu hanya untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, ‘amil (petugas zakat), orang-orang yang harus dilembutkan hatinya (mu’allaf), untuk memerdekakan hamba, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,  sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.”
1)      Orang Faqir, arti faqr secara harfiyah adalah tulang punggung yang rusak. Jadi orang faqir adalah orang yang tidak mampu mencari nafkah, dikarenakan satu dan lain kekurangan, seumpamanya cacat.
2)      Orang Miskin adalah orang yang terpaksa diam untuk mencari nafkahnya berhubung tiadanya alat, modal, dan fasilitas lainnya. Kata miskin berasal dari pokok kata sakana yang berarti diam, tidak bergerak.
Menurut Imam Syafi’i faqir ialah orang-orang yang sangat sengsara hidupnya, dia hanya bisa mengusahakan kurang dari separu kebutuhan hidupnya dan tidak ada yang menanggung belanja hidupnya. Sedangkan miskin adalah orang yang mempunyai harta/pekerjaan tetapi belum mencukupi kebutuhan hidupnya.
3)      ‘Amil yaitu orang yang diberi tugas untuk mengurusi zakat; mmengumpulkan, mendaftar dan membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya.
4)      Muallaf ialah orang-orang yang masih perlu dilembutkan hatinya, entah karena dia baru masuk islam atau orang kafir yang diharapkan masuk Islam.
5)      Riqobyaitu hamba sahaya yang dijanjikan oleh tuannya akan dimerdekakan jika dia bisa memberikan tebusan.
6)      Gharim  ialah orang-orang yang berhutang dengan ketentuan bahwa hutang itu bukan akibat dari perbuatan maksiat.
7)      Sabilillah yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum Muslimin. Akan tetapi kalau melihat yang umumnya, sabilillah adalah segala daya dan usaha yang memberikan kemaslahatan kepada Islam dengan jalan yang diridhoi Allah Swt.
8)      Ibnu Sabil yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan yang bukan maksiat. Termasuk musafir orang yang merantau menuntut Ilmu dan tidak mendapat kiriman dari keluarganya.[11]

D.    Zakat Kontemporer
            Yang dmaksud dengan zakat kontemporer adalah zakat yang tidak disebutkan secara tegas di dalam nash Al-Quran maupun Al-Hadits.
Ø  Hukum dan Jenis-jenis Zakat Kontemporer
a.       Hukum Zakat Hasil Perkebunan
Para fuqaha sependapat mengenai wajibnya zakat pada empat macam tanaman, yaitu gandum, jawawut, kurma, dan anggur kering.
Namun mereka berselisih pendapat mengenai hasil tanaman selainnya.
1)      Ibnu Abi Laila, Sofyan Al-Tsauri, dan Ibnu Al-Mubarak berpendapat tidak wajib membayar zakat dari hasi tanaman kecuali empat macam yang disebutkan dalam hadits Nabi.
2)      Imam Malik dan Imam Syafi’i menyatakan bahwa zakat dikenakan terhadap semua jenis tanaman yang dapat disimpan lama dan merupakan makanan pokok.
3)      Abu Hanifah berpendapat bahwazakat dikenakan terhadap semua hasil bumi, selain rumput, kayu dan bambu.
Perbedaan pendapat antara fuqaha yang menetapkan kewajiban zakat hanya ada pada empat macam tanaman dengan fuqaha yang menetapkan kewajiban zakat atas semua hasil tanaman yang dapat diawetkan dan merupakan makanan pokok, disebabkan karena perbedaan pendapat mereka mengenai pertalian zakat dengan keempat macam tanaman tersebut.
Bagi fuqaha yang berpendapat bahwa pertalian itu ada pada zatnya, maka tidak wajib zakat selain yang empat macam. sedangkan bagi fuqaha yang menyatakan bahwa pertalian itu ada pada kedudukannya sebagai makanan pokok, maka mereka menetapkan wajib zakat.
Adapun nisab zakat hasil perkebunan, sebagaimana diketahui adalah lima wasaq (sekitar 930 liter), sebagaimana hadits Nabi:
“Dari Abu Sa’id Al-Khudry, dia berkata:  Rasulullah saw telah bersabda: “Tidak ada shadaqah (zakat) pada biji-bijian dan buah-buahan sehingga sampai banyaknya lima wasaq.” (HR. Muslim)
b.      Hukum Zakat Peternakan dan Perikanan
Para fuqaha bersepakat wajib zakat kepada beberapa jenis binatang, yaitu Unta, Kerbau, Sapi, Kambing dan Biri-biri. Namun mereka berbeda pendapat mengenai hewan ternak lainnya. Diantara hewan yang diperselisihkan ada yang berkenaan dengan macamnya dan ada yang berkaitan dengan sifatnya. Yang diperselisihkan mengenai macamnya adalah kuda. Jumhur berpendapat kalau kuda adalah binatang yang tidak wajib dizakati.
Pendapat Jumhur ini, didasarkan pada hadits Nabi:
Tidak ada sedekah (zakat) atas orang Islam, baik pada hambamaupun kudanya.
Abu Hanifah menyatakan, bahwa bila kuda itu digembalakan dan dikembang biakkan, maka dikenakan zakat bila terdiri dari kuda jantan dan betina.
Dizaman Khalifah Umar bin Khattab, beliau mewajibkan zakat kuda, padahal dizaman Rasul tidak. Ini dikarenakan pada saat itu peternakan kuda sudah mencapai suatu bisnis yang nilai usahanya mencapai nishab usaha peternakan yang telah diwajibkan zakatnya.
Mengenai sifatnya, para Ulama berbeda pendapat antara digembalakan dengan yang tidak digembalakan.
Adapun mengenai binatang ternak lainnya dan perikanan, Jumhur Ulama Salafiah tidak mewajibkan zakat, karena tidak ada nashnya dan juga tidak dijadikan usaha untuk mencari kekayaan. Berbeda dengan sekarang, peternakan dan perikanan sudah dijadikan bisnis besar yang penghasilannya juga bisa melebihi hewan-hewan yang dikenakan zakat. Sementara nisabnya, bias dinishbahkan kepada nishab binatang ternak yang wajib dizakati berdasarkan ketentun nash.
c.       Hukum Zakat Gaji dan Upah
Yang dimaksud dengan gaji dan upah ialah upah kerja yang dibayar diwaktu yang tetap. Di samping gaji ada juga penghasilan lain sebagai upah suatu pekerjaan.Menurut Masjfuk Zuhdi, bahwa semua macam penghasilan  tersebutterkenahukum zakat sebesar 2,5%  berdasarkan firman Allah swt:
$ygƒr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãZtB#uä(#qà)ÏÿRr&`ÏBÏM»t6ÍhŠsÛ$tBóOçFö;|¡Ÿ2
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) bagian dari hasil usahamu yang baik-baik. (QS. Al-Baqarah:267)
d.      Hukum Zakat Saham, Industri dan lain sebagainya
Masalah di atas juga termasuk garapan ijtihad sama halnya dengan permasalahan gaji.  Menurut Masjfuk Zuhdi, bahwa semua saham perusahaan/perseroan, baik yang terjun dibidang perdagangan maupun dalam bidang perindustrian dan lain-lain, wajib dizakati menurut kurs pada waktu mengeluarkan zakatnya yaitu sebesar 2,5% setahun, apabila telah mencapai nishab dan haul. Sementara menurut Abdurrahman Isa, tidak semua saham dizakati, kecuali kalau saham-saham itu berkaitan dengan perusahaan/perseroan yang berkaitan langsung dengan perdagangan. Maka wajib dizakati seluruh sahamnya.
Di Negara Indonesia semua permasalahan zakat ini sudah direspon dan telah diundangkan dalam hokum positif, yaitu UU no. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Dalam pasal 11 ayat (2) UU tersebut, disebutkan bahwa harta yang dikenai zakat, adalah:
1)      Emas, perak dan uang
2)      Perdagangan dan perusahaan
3)      Hasil pertanian, perkebunan dan hasil perikanan
4)      Hasil pertambangan
5)      Hasil peternakan
6)      Hasil pendapatan dan jasa
7)      Rikaz[12]



BAB III
PENUTUP
Simpulan
  1. Kata zakat berasal dari kata bahasa Arab “zakka” yang artinya yang mempunyai dua arti yaitu mensucikan dan bertumbuh. Adapun zakat menurut syar’iyah yaitu nama bagi sesuatu harta yang dikeluarkan oleh manusia dari hak milik Allah untuk para fakir miskin. Dan disebut zakat karena di dalamnya terkandung suatu harapan karunia (barokah), mensucikan jiwa dari (perbudakan materi) dan menumbuhkannya dengan bermacam-macam kebaikan.
  2. Hukum mengeluarkan zakat adalah wajib. Namun, kewajiban ini hanya diwajibkan kepda seorang yang memenuhi lima syarat.
a.       Muslim
b.      Merdeka
c.       Mencapai nisab
d.      Pemilik penuh
e.       Genap setahun
  1. Zakat dibagi menjadi dua jenis, yakni zakat mal (harta) seperti zakat binatang ternak, zakat biji-bijian, zakat barabg tambang dan barang remuan, zakat emas, perak dan mata uang, serta zakat harta perniagaan. Zakat fitrah (jiwa) yaitu zakat yang dibayarkan sekali dalam setahun, yakni menjelang Hari Raya Idul Fitri.
  2. Orang yang berhak menerima zakat itu ada delapan golongan, yaitu Faqir, Miskin, ‘Amil,  Muallaf,  Riqob,  Gharim,  Sabilillah, dan  Ibnu Sabil
  3. Zakat Kontemporer adalah zakat yang tidak disebutkan secara tegas di dalam nash Al-Quran maupun Al-Hadits.
  4. Jenis-jenis Zakat Kontemporer
a.       Hukum Zakat Hasil Perkebunan
b.      Hukum Zakat Peternakan dan Perikanan
c.       Hukum Zakat Gaji dan Upah
d.      Hukum Zakat Saham, Industri dan lain sebagainya




DAFTAR PUSTAKA
Karsayuda, Muhammad. Fiqih Syafi’I Cuplikan Sabilal Muhtadin. Banjarmasin.
Qardawi,Yusuf. Hukum Zakat. Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa. 2001.
Rifa’i, Mohammad. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra. 1978.
Romli, Ahmad Chodri. Risalah Puasa Ramadhan. Surabaya: Pustaka Progressif.1985.
Sa’di, Adil. Fiqhun-Nisa, Shiyam-Zakat-Haji. Jakarta Selatan: PT Mizan Publika. 2008.
Suparta, Mundzier. Pendidikan Agama Islam Fiqih MA. Semarang: PT Karya Toha Putra. 2007.


[1] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat (Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 2001) hal. 34
[2] A. Chodri Romli, Risalah Puasa Ramadhan (Surabaya:Pustaka Progressif, 1985) hal. 169
[3] Adil Sa’di,Fiqhun-Nisa, Shiyam-Zakat-Haji (Jakarta Selatan: PT Mizan Publika, 2008) hal. 159.
[4]Ibid,  hal. 168-170
[5]Muhammad Karsayuda, Fiqih Syafi’I Cuplikan Sabilal Muhtadin (Banjarmasin: Bp) hal. 171
[6]Adil Sa’di, Op. cit. hal.173
[7]Ibid, hal.175

[8]Ibid, hal. 176


[9]Adil Sa’di,Op. cit,  hal. 182-186

[10] Moh. Rifa’i,Fiqih Islam Lengkap (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978)  hal. 350-354
[11] A. Chodri Romli, Op. cit. hal. 170-174
[12] Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fiqih MA (Semarang: PT. Karya Toh a Putra, 2007)  hal. 32-36